Jumat, 12 Februari 2016

Terimah kasih.

Terima kasih telah menjadikanku lebih kuat dan dewasa. Hidupku yang sebenarnya baru dimulai setelah kau tak ada. Bolehkah aku bertanya perihal orangtuamu juga? Sehat-sehat sajakah mereka, seiring dengan bertambahnya usia? Jujur, aku sangat rindu berbincang dengan keduanya. Kubayangkan mereka masih sama hangatnya seperti dulu, saat aku masih sering menyambangi rumahmu. Kau dan aku bertemu ketika kita masih sama-sama muda dan lugu. Awal kedekatanmu dan aku pun begitu sederhana. Aku sempat begitu percaya pada “kita”. Bagiku, aku dan kamu adalah dua orang yang saling mengimbangi dan melengkapi. Ketika kau kehilangan semangat untuk belajar demi ujian, aku menawarkan diri menjadi partner diskusi. Senang rasanya melihatmu tersenyum dan berkata, “Deni, Deni, aku dapat nilai bagus.” Den, Aku mau Les B.Inggris, tapi di mana ya?"Tapi aku mau les nya bareng sama kamu? Dan kita mulai mencari tempat les B.Inggris. Aku mencoba menemanimu les. Walaupun keuanganku tak mencukupi, Aku mencoba mengikuti kemauanmu. Yah. Walapun hanya bertahan di tingkat Elementary II. Senang sekali melihatmu bahagia. Ah... Tapi itu sudah lama sekali. Pernahkah kau mengira bahwa aku akan jatuh sedalam ini? Aku adalah pihak yang ditinggalkan. Bohong jika kubilang itu tak menyakitkan. Proses penyembuhanku berlangsung pelan-pelan. Tak seperti dirimu, aku memang tak bisa langsung memasang wajah tak peduli dan menjalani hari seolah tak ada apa-apa yang terjadi. Di hari-hari pertama setelah kita tak lagi bersama, aku kerap tenggelam dalam luapan emosi yang tiba-tiba datang. Aku berhenti mengasihani diri sendiri, berhenti menyalahkanmu, menyalahkan aku, menyalahkan keadaan. Pelan tapi pasti, aku memaafkan apa yang terjadi. Setelah kau pergi, aku belajar menjadi lebih mandiri. Waktu yang dulu banyak kuhabiskan bersamamu kini kupakai untuk menambah ilmu dan menemukan hobi baru. Hidupku tidaklah berhenti saat kau memutuskan pergi. Justru sebaliknya, hidupku yang sebenarnya baru dimulai. Kesempatan dan kebaikan yang akan datang padaku terlalu sayang jika terbuang gara-gara aku sibuk bermain jadi “korban” dan tenggelam dalam sakit hati. Harus kuakui, aku sempat marah dan membenci keputusanmu untuk pergi. Namun sekarang aku paham: bukan tugas orang lain untuk mencintai diriku sendiri. Tugas itu hanya aku yang memiliki. Ya, jika mencintai orang lain adalah hak, mencintai diri sendiri adalah kewajiban. Sejak kita resmi tak bersama lagi, segala hal tentangmu sebisa mungkin kuhindari. Aku memutus silaturahmi demi cepat memulihkan hati. Namun kini, aku sudah siap menyapamu lagi. Aku ingin berkata bahwa aku baik-baik saja. Kuharap kabarmu pun sama baiknya. Dan.. kini kau hadir kembali... Sekali lagi aku ingin mengucapkan terima kasih. Kedatanganmu di hidupku sudah merubah persepsiku tentang laki-laki. Kepergianmu di hidupku juga sudah membuat aku belajar banyak hal, terutama tentang tanggung jawab, komitmen dan sebuah konsistensi. Terima kasih sudah mengajarkanku tertawa saat menangis. Jangan bosan membaca surat ini. Aku sudah tak lagi banyak kata untuk membabarkan semuanya. Aku hanya ingin berterima kasih dan berterima kasih. Karena kau sudah merubah semuanya, merubah sifat kekanak-kanakanku, membuatku lebih dewasa dan mengerti. lihatlah diriku, aku baik-baik saja kan. Jika kau kini sama baiknya, senang sekali aku mendengarnya. :) Jakarta, 13 Februari 2016.

Jumat, 18 Desember 2015

My Diary

29-November-2015. Mengenalmu, aku menemukan kesempurnaan dalam dirimu yang buatku nyaman. Tak terasa, beberapa hari kulalui dengan indah, tanpa seharipun terlewati untuk sekedar bertanya “udh makan belum hehe?” Taukah kamu, aku serasa sedang bermimpi bisa mengenalmu, wanita sempurna yang menggenapkan segala kekuranganku. Bersamamu berbagi canda, tawa, diskusi banyak hal. Kamu selayaknya dosen semua mata kuliah untukku. Meski beberapa orang terdekat mengatakan hubungan ini layaknya “mission impossible” karena banyaknya perbedaan. Ikatan batin kita begitu kuat hingga banyak perbedaan bisa kita satukan. 30-November-2015 “Apakah ini pertanda bahwa aku jatuh cinta? Aku nyaman bersamamu, bahkan dalam ketidakjelasan hubungan ini. Apakah kita terjebak dalam friendzone atau sebenarnya saling memendam perasaan?”Entahlah. Sampai saat inipun aku tak bisa mendefinisikan hubungan ini. Yang pasti ada rasa sayang meski tak terkata, rasa cemburu meski tak terucap, bahagia, curiga. Selayaknya pasangan kekasih. Yang berbeda adalah tak pernah ada kata kata jadian keluar dari mulut kita. Semua mengalir begitu saja. Kadang ingin kutanyakan perasaanmu yang sesungguhnya. Namun aku takut semua berubah. Rasa takut kehilangan apa yang telah susah payah kubangun bersamamu. Meski aku sadar, pohon waktu semakin tinggi, bukan saatnya lagi berdiam dalam hubungan ini. Namun sekali lagi, aku takut menanyakan ini padamu. Aku membiarkan semua pertanyaan dalam benakku menguap begitu saja. Aku mengikuti setiap irama yang kau ciptakan dalam hubungan ini. 1-Desember-2015 Kamu bukan cinta yang kutemui pada pandangan pertama, kamu ialah rasa yang kutemukan kala waktu mulai berjalan Bukankah menyenangkan bila aku bisa jatuh cinta lagi setelah masa kelam yang kulalui di masa lalu 3 tahun yg lalu? 2-Desember-2015 Masa lalu, maka itu aku perlu waktu. Aku akan bercerita sedikit tentang masa laluku, tentang patah hati yang benar-benar menggerogoti sendi-sendi kehidupanku. Aku patah dan rapuh, dan kala itu aku memilih untuk menyibukkan diri dan bergulat dengan waktu. Hingga suatu hari sudah kutata lagi hatiku, sudah kubuat lagi dinding-dinding kokoh sebagai benteng diriku dan kuharap tak sembarang orang bisa menembusnya, kecuali aku yang membukakan pintu. Dan mungkin saja, kini aku yang membukakan pintu itu untukmu. 3-Desember-2015 Aneh, jatuh cinta membuatku berprasangka. Tingkah laku yang sebenarnya biasa saja aku artikan sebagai sebuah perhatian luar biasa. Dan sebaliknya, bukankah orang yang jatuh cinta juga mudah sekali untuk jatuh? 4-Desember-2015 Setelah lama berprasangka, lama-lama aku juga mulai lelah. Aku mulai menjalani hidupku seperti biasa. Namun tak kusangka, kemelut di hatiku mudah sekali muncul kala segalanya tak sesuai ekspektasiku. Aku mudah jatuh, aku mudah tersentuh. Dan kamu penyebab semua itu. 8-Desember-2015 Aku mulai menuliskanmu selepas pulang kerja. Aku mulai menuliskanmu dalam bait-bait yang tak pernah diketahui siapapun. Aku mulai menuliskanmu dengan menyamarkanmu. Tapi bisa aku pastikan bahwa bait-bait itu memang ditujukan untukmu. 10-Desember-2015 Aku benar-benar tak tahu harus memulai semua ini dari mana. Aku bingung? Bahkan bila kita saling mengungkapkan, aku sama sekali tak siap dengan segala hal. Aku tak pernah tahu perasaanmu padaku, yang aku tahu kita bercanda lewat bbm dan aku mulai menyukai itu. Namun bila perasaan ini semakin jauh dan apabila kubayangkan bahwa kita saling mengungkapkan, maka aku benar-benar tak tahuharus menanggapinya seperti apa. 15-November-2015 Aku belum siap. Aku belum selesai dengan diriku sendiri, aku bahkan tak cukup mencintai diriku sendiri. Aku masih mati-matian menyusun pola kehidupanku, memantaskan diriku, terseret-seret untuk bisa mencapai mimpi-mimpiku. Karena akan selalu ada mimpi yang harus diwujudkan. Dan bukankah akan lebih mengasyikkan bila suatu saat nanti kita bertemu dipersimpangan kala sudah siap masanya? Akan menyenangkan bila mimpi-mimpi yang sebelumnya bisa kita bagi, satu persatu mulai terwujud. Dan pada masa itu kita akan selesai dengan mimpi kita masing-masing dan semoga saja ada mimpi yang kita bangun berdua, yang tentu saja akan diwujudkan bersama. 18-Desember-2015 Aku tak bisa menjamin apapun di masa depan, bahkan esok hari pun aku tak berjanji akanmenyukaimu sedalam sebelumnya. Namun bila kamu adalah sesuatu yang sudah dituliskan untukku dan kita pada akhirnya bertemu kembali. Maka, aku akan mencintaimu. Bukan hanya menyukaimu seperti saat ini. Pada saat itu pula kita telah memantaskan diribagi satu sama lain. Aku akan selesai dengan diriku sendiri, telah cukup untuk mencintai diriku sendiri dan pasti aku akan mencintai dirimu. :( ‪#‎catatandiaryku

Minggu, 01 November 2015

Untuk kalian yang usianya di bawahku, kalian bebas raih mimpi kalian.

Untuk kalian yang usianya di bawahku, kalian bebas raih mimpi kalian.
Ketika kka di umur kalian, kka pun juga sama bersemangatnya mulai merealisasikan mimpi-mimpi. Pergi lah sejauh yang kalian mau, capailah mimpi-mimpi kalian setinggi mungkin, dan berkembanglah menjadi orang yang membanggakan. Karena kka pernah merasakannya, maka dari itu kka begitu mengerti. Tak apa kalan keluar dari zona nyaman demi mengejar mimpi, demi membahagiakan keluarga kalian kelak.
Hallo, adek kelasku.
Apa kalian tau siapa ini? Ini adalah kka ketika berusia 15 tahun dlu sperti kalian, berbicara dengan kalian dari masa depan yang seharusnya tidak terjadi. Jangan pernah berkompromi dengan apa yang menurut kalian standard, masa depan, atau “kebebasan”, sehingga membuat kalian bertindak tanpa berpikir. Jangan cepat marah dan tetap pada jati diri. Jauhi kekerasan. Tidak ada yang namanya hubungan yang sempurna. Karena yang ada hanyalah “ketidak sempurnaan yang sempurna.
Jika melihat kebelakang. Kka ingin memberitahukan tentang pilihan hidup kka yang mempengaruhi diriku dan orang disekitarku. Tolong berpikir dua kali dek untuk masa depan. Akan ada lubang dijalan itu. Dan kka pernah salah telah memilih jalan itu. Kka tertangkap dan berakhir dalam lubang itu. Setelahnya kka sangat sulit untuk menemukan pekerjaan. Tapi kka bangkit. Dan pada akhirnya kka menemukan pekerjaan. Semua itu di mulai dari nol.
Ketahuilah, suatu saat nanti kalian pasti akan menjadi orang dewasa. Dengan banyak luka di dalam hati. Itu bukanlah apa2 jika kalian bisa menghadapinya dengan tenang. Kalian akan menjadi orang yang hebat. Orang yang tak mudah di hasut oleh orang yang ingin memanfaatkan. Senyum kalian tak akan pernah hilang, bahkan disaat kalian ingin menangis. Kalian akan menjadi orang ceria yang paling sedih. Tapi, dengan membuat orang lain tertawa, sedih bukanlah hal yang kalian inginkan lagi. Ketahuilah, Kalian tidak bisa memilih kehidupan yang layak untuk orang yg lemah seperti kita ini. Kalian harus bisa menerima kehidupan yang diberikan oleh-Nya. Itu adalah anugerah, meskipun kalian tidak menikmati setiap detik yang diberikan oleh-Nya, kalian harus tetap menjalani kehidupan yang memang seharusnya untuk kalian. Jadilah orang yang kuat. Kelak, pundak kalian akan terasa sangat berat. Tapi kka yakin, untuk orang seperti kalian, hati kalian pasti lebih kuat dibanding pundak kalian. Jika kalian menyesal, segeralah maafkan diri sendiri. Karena itu hanyalah satu2nya cara untuk mengikhlaskan hal yang tak kalian dapatkan. Disat kalian sudah dewasa, Carilah teman yang tetap ada di samping kalian apapun yang terjadi. Tolong, selalu bersikap baik pada semua orang. Meskipun kalian tidak mendapatkan balasan yang kalian harapkan, setidaknya kalian akan mendapat balasan yang lebih baik nanti. Jadilah orang yang paling sabar setiap saat. Jika kesepian selalu berada di samping kalian, Jadikan ia teman. Kelak kalian akan mendapat pelajaran darinya. Dan, jangan lupa satu hal yang penting. Tipu lah orang lain dengan senyuman kalian yang terbaik. Tutupi semua luka dan beban dengan itu. Kelak , kalian juga akan belajar banyak dari senyuman itu.
Sudahlah tak perlu kalian pedulilkan siapa menulis surat ini. Kalian tau bahwa yang menulis surat ini adalah kalian yang sudah diumur 19 tahun. Belajarlah yang rajin dek dan tegarkanlah dirimu ketika kalian di kucilkan di bangku SMP sampai SMK. Kalian selalu jadi anak yang tidak di pentingkan di lingkungan sekolah. Balaslah kucilan mereka dengan masa depan kalian. Tetaplah tegar. Ingatlah jangan pernah membuat orang tua kalian susah, dan sedih. Buatlah mereka bahagia dan janganlah menambahkan beban mereka. Ketika kalian ditinggal pergi oleh sosok seorang orang tua maka kalian akan selalu menyesal selama lamanya. Berbuat baiklah dan luangkan waktu kalian bersama orang tua.

Jumat, 23 Oktober 2015

Dua tahun yang lalu.

Kamu pernah menjadi bagian hari-hariku. Setiap malam, sebelum tidur, kuhabiskan beberapa menit untuk membaca pesan singkatmu. Tawa kecilmu, kecupan berbentuk tulisan, dan canda kita selalu membuatku tersenyum diam-diam. Perasaan ini sangat dalam, sehingga aku memilih untuk memendam. Jatuh cinta terjadi karena proses yang cukup panjang, itulah proses yang seharusnya aku lewati secara alamiah dan manusiawi. Proses yang panjang itu ternyata tak terjadi, pertama kali melihatmu; aku tahu suatu saat nanti kita bisa berada di status yang lebih spesial. Aku terlalu penasaran ketika mengetahui kehadiranmu mulai mengisi kekosongan hatiku. Kebahagiaanku mulai hadir ketika kamu menyapaku lebih dulu dalam pesan singkat. Semua begitu bahagia. Tapi itu dulu 2 tahun yg lalu. Aku sudah berharap lebih. Kugantungkan harapanku padamu. Kuberikan sepenuhnya perhatianku untukmu. Sayangnya, semua hal itu seakan tak kaugubris. Kamu di sampingku, tapi getaran yang kuciptakan seakan tak benar-benar kaurasakan. Kamu berada di dekatku, namun segala perhatianku seperti menguap tak berbekas. Apakah kamu benar tidak memikirkan aku? Bukankah kata teman-temanmu, kamu adalah perenung yang seringkali menangis ketika memikirkan sesuatu yang begitu dalam? Temanmu bilang, kamu melankolis, senang memendam, dan enggan bertindak banyak. Kamu lebih senang menunggu. Benarkah kamu memang menunggu? Apalagi yang kautunggu jika kausudah tahu bahwa aku mencintaimu? Tak mungkin kau tak tahu ada perasaan aneh di dadaku. Kekasihku yang belum sempat kumiliki, tak mungkin kau tak memahami perjuangan yang kulakukan untukmu. Kamu ingin tahu rasanya seperti aku? Dari awal, ketika kita pertama kali berkenalan, aku hanya ingin melihatmu bahagia. Senyummu adalah salah satu keteduhan yang paling ingin kulihat setiap hari. Dulu, aku berharap bisa menjadi salah satu sebab kau tersenyum setiap hari, tapi ternyata harapku terlalu tinggi.Semua telah berakhir. Tanpa ucapan pisah. Tanpa lambaian tangan. Tanpa kaujujur mengenai perasaanmu. Perjuanganku terhenti karena aku merasa tak pantas lagi berada di sisimu. Sudah ada seseorang yang baru, yang nampaknya jauh lebih baik dan sempurna daripada aku. Tentu saja, jika dia tak sempurna kautak akan memilih dia menjadi satu-satunya bagimu. Setelah tahu semua itu, apakah kamu pernah memahami sedikit saja perasaanku? Ini semua terasa aneh bagiku. Kita yang dulu sempat dekat, walaupun tak punya status apa-apa, meskipun berada dalam ketidakjelasan, tiba-tiba menjauh tanpa sebab. Aku yang terbiasa dengan sapaanmu di pesan singkat harus (terpaksa) ikhlas karena akhirnya kamu sibuk dengan kekasihmu itu. Aku berusaha memahami itu. Setiap hari. Setiap waktu. Aku berusaha meyakini diriku bahwa semua sudah berakhir dan aku tak boleh lagi berharap terlalu jauh. Jika aku bisa langsung meminta pada Tuhan, aku tak ingin perkenalan kita terjadi. Aku tak ingin mendengar suaramu ketika menyebutkan nama. Aku tak ingin membaca pesan singkatmu yang lugu tapi manis. Sungguh, aku tak ingin segala hal manis itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji ini. Kalau kau ingin tahu bagaimana perasaanku, seluruh kosakata dalam miliyaran bahasa tak mampu mendeskripsikan. Perasaan bukanlah susunan kata dan kalimat yang bisa dijelaskan dengan definisi dan arti. Perasaan adalah ruang paling dalam yang tak bisa tersentuh hanya dengan perkatan dan bualan. Aku lelah. Itulah perasaanku. Sudahkah kau paham? Belum. Tentu saja. Apa pedulimu padaku? Aku tak pernah ada dalam matamu, aku selalu tak punya tempat dalam hatimu. Setiap hari, setiap waktu, setiap aku melihatmu dengannya; aku selalu berusaha menganggap semua baik-baik saja. Semua akan berakhir seiring berjalannya waktu. Aku membayangkan perasaanku yang suatu saat nanti pasti akan hilang, aku memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak adalagi hal-hal penyebab aku menangis setiap malam. Namun sampai kapan aku harus terus mencoba?Sementara ini saja, aku tak kuat melihatmu menggenggam jemarinya. Sulit bagiku menerima kenyataan bahwa kamu yang begitu kucintai ternyata malah memilih pergi bersama yang dia cowok yg baru kamu kenal. Tak mudah meyakinkan diriku sendiri untuk segera melupakanmu kemudian mencari pengganti.Seandainya kamu bisa membaca perasaanku dan kamu bisa mengetahui isi otakku, mungkin hatimu yang beku akan segera mencair. Aku tak tahu apa salahku sehingga perkenalan kita selamat 2 tahun lebih berakhir seperti ini. Aku baru saja mencicipi cinta, tiba-tiba terhempas dari dunia mimpi ke dunia nyata. Tak penasarankah kamu pada nasib yang membiarkan kita kedinginan seorang diri tanpa teman dan kekasih? Aku menulis ini ketika mataku tak kuat lagi menangis. Aku menulis ini ketika mulutku tak mampu lagi berkeluh. Aku mengingatmu sebagai sosok yang pernah hadir, meskipun tak pernah benar-benar tinggal. Seandainya kau tahu perasaanku dan bisa membaca keajaiban dalam perjuanganku, mungkin kamu akan berbalik arah memilihku sebagai tujuan. Tapi, aku hanya persinggahan, tempatmu meletakan segala kecemasan, lalu pergi tanpa janji untuk pulang.Semoga kautahu, aku berjuang, setiap hari untuk melupakanmu. Aku memaksa diriku agar membencimu, setiap hari, ketika kulihat kamu bersama kekasih barumu. Aku berusaha keras, setiap hari, menerima kenyataan yang begitu kelam.Bisakah kaubayangkan rasanya jadi orang yang setiap hari terluka, hanya karena ia tak tahu bagaimana perasaan orang yang mencintainya? Seandainya kamu rasanya jadi aku yang setiap hari harus melihatmu dengannya? Bisakah kaubayangkan rasanya jadi seseorang yang setiap hari menahan tangisnya agar tetap terlihat baik-baik saja? Kamu tak bisa. Tentu saja. Kamu tidak akan bisa. Selamat tinggal. Dari seseorang yg selalu menyayangimu secara diam-diam 2 tahun yg lalu.

Sabtu, 10 Oktober 2015

Lihat, air matanya?

Apa yang paling dinanti seorang wanita yang baru saja menikah? Sudah pasti jawabannya adalah : k-e-h-a-m-i- l-a-n. Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, Seberat apa pun langkah yang mesti diayun, Seberapa lama pun waktu yang harus dijalani, Tak kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian dari seorang bidan: p-o-s-i-t-i- f.Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya. Seringkali ia bertanya? menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedihkah atau bahagiakah ia di dalam sana? Bahkan ketika waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta yang pernah diberikannya, ketika itu mati pun akan dipertaruhkannya asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia. Rasa sakit pun sirna, ketika mendengar tangisan pertama si buah hati, tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran. Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar. Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak. Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak. Si kecil baru saja berucap "Ma?" segera ia mengangkat telepon untuk mengabarkan ke semua yang ada di daftar telepon. Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru, bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka. Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak terhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan. "Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil.Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue. Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang, ia urung membeli baju untuk dirinya sendiri dan berganti mengambil baju untuk anak. Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil. Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak. Di saat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas, periksalah catatannya. Di kertas kecil itu tertulis: 1. Beli susu anak; 2. Uang sekolah anak. Nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya. Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli. Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar.Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia. Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran. Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya. Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian. Dalam kantuknya, ia pun terus mendongeng.Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke sekolah. Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan anak-anak tercinta. Serta merta kalimat,"sudah makan belum?" tak lupa terlontar.saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu kerap ia timang dalam dekapannya itu, sekarang sudah menjadi orang dewasa yang bisa saja membeli makan siangnya sendiri di Sekolahnya.Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. Ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar, buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, "Masihkah kau anakku?"Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir. Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "Bila ibu meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian". Tak hanya itu, imam shalat jenazahpun ia meminta dari salah satu anaknya. "Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih & shalihat sejak kecil," ujarnya Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya. Ibulah madrasah cinta saya, Ibulah sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran, yaitu "cinta". Sekolah yang hanya punya satu guru yaitu "pecinta". Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama:"anakku tercinta". Dari anakmu Deni Kurniawan. Jakarta, 11-Oktober-2015

Selasa, 06 Oktober 2015

Apa kabar, Sahabat?”

Apa kabar, Sahabat?”

Rasanya canggung sekali menyebut“sahabat” mengingat kita biasa bertukar sapaan kasar. Gue yang nyaman menyapamu dengan “Pik”. Dan kau pun lebih suka memanggil gue dengan “cek”. Hehehe. Nama-nama yang sekenanya memang justru menjadikan kita terikat erat, ‘kan? Oiya sekarang ulang tahun TNI yg ke-70 ya. “Apa sekolah lu di Kalimantan cukup menyenangkan? Ataukah rutinitas menjadi TNI justru membuat lu bosan? Mungkinkah lu masih bergelut dengan segala remeh-temeh dunia tentara?”Entahlah.

Dulu semasa kita masih duduk sebangku di Sekolah, gue tak canggung-canggung cerita berbagi mimpi dan rencana-rencana gila. Tentang angan melanjutkan kuliah, membangun bisnis Restoran, hingga ingin mengirim orang tua naik haji.

Iya, memang sudah selayaknya gue bekerja dalam diam. Tanpa angan yang perlu diumbar dan cukup fokus saja mewujudkan harapan jadi kenyataan. Tapi kawan, gue butuh lu yang tak bosan-bosan memberi dukungan. Meski cara lu memberi motivasi adalah menyebut gue sebagai pecundang. Ya, gue masih terus lekat-lekat mengingat lu yang pernah berujar;

“Suatu saat nanti kita pasti bisa bertemu di jalan dengan jas almamater kebanggaan lu sebagai aktivis, dan baju kebanggaan gue sebagai tentara"katamu

Sekali lagi, tak ada yang berbeda meski kita terpisah jarak, ruang, maupun waktu. Gue disini sedang lekat-lekat mengingat tentang kita. Lu pun pasti tak begitu saja melupakan gue sebagai kawan terbaik.

Meski hari ini kita tak sedang duduk bersisian. Gue kirim kau selembar tulisan mengenang kawan. Sekadar pengingat bahwa lu tak pernah sendirian. Secarik penyemangat karena lu tak akan kesepian.


Dari sahabatmu, Jakarta, 06 - Oktober - 2015.

Kamis, 24 September 2015

Bapak, Ibu Guruku,

Bapak, Ibu Guruku,

Assalamualaikum.

Bagaimana kabar Bapak dan Ibu saat ini? sebelumnya mohon maaf lahir dan batin? Mungkin Bapak-Ibu sudah tak mengingatku. Rambutku sudah tak gondrong dulu ,sekarang lebih rapi karena prosedure pekerjaan, tinggiku pun bisa jadi sudah setara dengan kalian. Suaraku telah matang, berubah menjadi orang dewasa berbeda saat Bapak-Ibu mendidikku di sekolah dulu.

Hari ini tanggal 24 - September - 2015,
aku menulis suratmu buat Bapak Ibu guru.

Mungkin engkau sedang letih setelah sibuk mengajar di sekolah. Atau capai, karena harus mempersiapkan pembagian daging sapi/kambing kepada murid-murid. Tapi aku hanya ingin engkau tahu, aku sangat berterima kasih atas semuanya. Maafkan aku yang membebani pikiranmu dengan kenakalan-kenakalanku dulu. Maafkan aku yang seringkali tidak mematuhimu. Maafkan aku yang jarang sekali menyapamu untuk hanya sekedar menanyakan "Apa kabar, Bapak-Ibu?” Maafkan aku yang lupa bagaimana berterima kasih padamu.

Ketahuilah, jika sekarang aku lebih pintar menulis, itu bukan berarti aku lebih hebat darimu. Engkaulah yang mengantarkanku ke pintu-pintu pengetahuan yang lebih maju. Bagaimana bisa aku sombong di depanmu? Bahkan engkaulah alasan kenapa aku mampu mengetik surat ini sekarang. Tidakkah kau ingat, ketika aku masih salah menulis abjad dan angka? Jelek ya tulisanya kalian pun tak tau apa yang aku tulis. :)

Aku yang sudah tumbuh besar, bukan lagi anak ingusan yang belajar membaca aksara. Engkau yang mengajarkanku untuk membaca tentang kehidupan yang ternyata tidak sesederhana menghafalkan puisi-puisi penulis terkenal.

Bapak dan Ibulah yang pernah bertanya padaku dulu: “Apa cita-citamu nak?”

Hehe waktu masih sekolah mungkin aku mantap menjawab pertanyaan itu, namun semakin besar, semakin aku ragu. Tak jarang, engkau menanyakan itu berulang kali. Dengan sabar, engkau terus menyalakan semangat bermimpi dalam hidupku. Tidak pernahkan engkau juga memikirkan masa depanmu sendiri? Misalnya… tentang kenaikan gaji misalnya ya pak/bu.

Tentu pernah kan. Bagaimanapun engkau manusia dewasa, punya keluarga yang harus mesti disuapi. Tak jarang aku berpapasan padamu di sore hari, sepulang sekolah. Aku sedang duduk-duduk di warung bersama teman-teman, sementara engkau baru pulang dari tempatmu mengajar.
Ya, agar anak-anak Indonesia lebih hebat dari anak-anak luar negeri.
Aku malu saat itu, ketika sadar begitu berat tanggung jawabmu sebagai guru.

Hingga detik ini, aku selalu mengingat matamu saat mengajar
Dulu tidak sedikit dari sahabatku, anak didikmu, yang nakal. Membolos, menyontek, merokok, sampai menggunakan fisik untuk bertengkar. Lalu kadang engkau dapati sahabatku pergi melompati pagar sekolah, lalu engkau menghukum dia (namanya rahasia) berdiri di lapangan. Terik, malu, dan tentu saja aku kesel melihat sahabatku dari kecil di perlakukan seperti itu.

Saat itu aku jadi membencimu dengan sangat. Menyumpah-nyumpah bahwa engkau adalah guru yang jahat, galak dan menyebalkan.
Tak jarang, aku kesal pada aturan yang engkau terapkan. Belum lagi kau memaksaku mengerjakan banyak hal. Menggarap berbagai soal mungkin masih bisa kuterima… namun mendengarkan ceramahmu yang membosankan? Ah! Buat apa?
Nilai-nilaiku tak selalu yang menjadi terbaik di kelas. Bahkan, motivasiku untuk belajar pun turun-naik.
Tapi kau tak melihatku sebagai anak yang malas. Kau memutuskan melihat lebih jauh, menyadari bahwa bocah yang terlihat tak peduli ini sebenarnya krisis kepercayaan diri. Memang benar, aku selalu merasa bahwa aku tak mampu. Ada satu masa dimana aku lelah harus mengejar pelajaranku.

Engkaulah yang selalu mendoakan kami “murid-muridku pasti bisa.”

Tentu itu tak langsung menjadikanku murid yang cerdas. Aku akan menangis seharian, menyalahkan guru yang tidak becus mengajariku. Jauh di dalam hati kecilmu, sesungguhnya engkau yang menangis lebih lama dariku kan pak/bu. Tentu kau berhak merasa gagal mendidikku. Tapi lambat laun aku tahu, itu bukan semata-mata kesalahanmu. Ini kesalahanku.

Sekarang bolehkah aku bertanya Bapak Ibu, masihkah kesehatanmu terjaga hari ini? bagaimana dlu kau bisa menjaga tenagamu
Setelah pagi mengajar, sore kerja sambilan mungkin ada, malam mengoreksi tugas dan mengurus keluarga sampai-sampai aku ingin sekali bilang pada Pak Jokowi agar hidupmu lebih diperhatikan.

Sekarang, mungkin juga engkau takut dengan pertanyaan-pertanyaanku yang sudah jauh lebih maju dari yang dulu. Mungkin engkau cemas tak lagi bisa “meladeniku.

Aku tidak ingin engkau sering bolos mengajar hanya karena transportasi yang digunakan terlalu jauh, seperti guru hebatku di MTS namanya Pak Baswari berangkat mengajar anaknya masih tidur pulang mengajar anaknya pun masih tidur,

Oiya kalian tau nggk muridmu yang bernama Taufiqqillah sekarang lagi berjuang menjadi TNI di Kalimantan, kalau saya sekarang masih menjadi babu bagian Food and Service di Perusahaan Swasta yang punya orang Denmark, minta doanya ya Pak?Bu, Terimah kasih juga pada Pak Dadang Hamdani yang telah mengajarku B.Inggris sehingga saya bisa berkomunikasi dengan orang Asing dan Pak Mustain yg telah mengajarkanku tentang Agama Islam, Dan masih banyak lagi guru yg hebat dalam hidupku, Pak Baswari, Pak Wahab, Pak Syaifulloh, Bu Sri Atoen, Bu Siti Humairoh Kka Yatty, Bu Iinury, Kka Maya dll.


Terima Kasih Guruku
Pagiku cerahku
Matahari bersinar
Ku gendong tas merahku di pundak
Selamat pagi semua
Ku nantikan dirimu
Di depan kelasmu Menantikan kami..
Guruku tersayang
Guru tercinta
Tanpamu apa jadinya aku
Tak bisa baca tulis
Mengerti banyak hal
Guruku terima kasihku
Nyatanya diriku kadang buatmu marah
Namun segala maaf kau berikan

Lagu ini sering di nyanyikan sebelum memulai pelajaranku di SMK namanya Pak Deni Atmawijaya dialah yg mengajarkanku menulislah dengan hati.



Dari Muridmu...