Jumat, 12 Februari 2016

Terimah kasih.

Terima kasih telah menjadikanku lebih kuat dan dewasa. Hidupku yang sebenarnya baru dimulai setelah kau tak ada. Bolehkah aku bertanya perihal orangtuamu juga? Sehat-sehat sajakah mereka, seiring dengan bertambahnya usia? Jujur, aku sangat rindu berbincang dengan keduanya. Kubayangkan mereka masih sama hangatnya seperti dulu, saat aku masih sering menyambangi rumahmu. Kau dan aku bertemu ketika kita masih sama-sama muda dan lugu. Awal kedekatanmu dan aku pun begitu sederhana. Aku sempat begitu percaya pada “kita”. Bagiku, aku dan kamu adalah dua orang yang saling mengimbangi dan melengkapi. Ketika kau kehilangan semangat untuk belajar demi ujian, aku menawarkan diri menjadi partner diskusi. Senang rasanya melihatmu tersenyum dan berkata, “Deni, Deni, aku dapat nilai bagus.” Den, Aku mau Les B.Inggris, tapi di mana ya?"Tapi aku mau les nya bareng sama kamu? Dan kita mulai mencari tempat les B.Inggris. Aku mencoba menemanimu les. Walaupun keuanganku tak mencukupi, Aku mencoba mengikuti kemauanmu. Yah. Walapun hanya bertahan di tingkat Elementary II. Senang sekali melihatmu bahagia. Ah... Tapi itu sudah lama sekali. Pernahkah kau mengira bahwa aku akan jatuh sedalam ini? Aku adalah pihak yang ditinggalkan. Bohong jika kubilang itu tak menyakitkan. Proses penyembuhanku berlangsung pelan-pelan. Tak seperti dirimu, aku memang tak bisa langsung memasang wajah tak peduli dan menjalani hari seolah tak ada apa-apa yang terjadi. Di hari-hari pertama setelah kita tak lagi bersama, aku kerap tenggelam dalam luapan emosi yang tiba-tiba datang. Aku berhenti mengasihani diri sendiri, berhenti menyalahkanmu, menyalahkan aku, menyalahkan keadaan. Pelan tapi pasti, aku memaafkan apa yang terjadi. Setelah kau pergi, aku belajar menjadi lebih mandiri. Waktu yang dulu banyak kuhabiskan bersamamu kini kupakai untuk menambah ilmu dan menemukan hobi baru. Hidupku tidaklah berhenti saat kau memutuskan pergi. Justru sebaliknya, hidupku yang sebenarnya baru dimulai. Kesempatan dan kebaikan yang akan datang padaku terlalu sayang jika terbuang gara-gara aku sibuk bermain jadi “korban” dan tenggelam dalam sakit hati. Harus kuakui, aku sempat marah dan membenci keputusanmu untuk pergi. Namun sekarang aku paham: bukan tugas orang lain untuk mencintai diriku sendiri. Tugas itu hanya aku yang memiliki. Ya, jika mencintai orang lain adalah hak, mencintai diri sendiri adalah kewajiban. Sejak kita resmi tak bersama lagi, segala hal tentangmu sebisa mungkin kuhindari. Aku memutus silaturahmi demi cepat memulihkan hati. Namun kini, aku sudah siap menyapamu lagi. Aku ingin berkata bahwa aku baik-baik saja. Kuharap kabarmu pun sama baiknya. Dan.. kini kau hadir kembali... Sekali lagi aku ingin mengucapkan terima kasih. Kedatanganmu di hidupku sudah merubah persepsiku tentang laki-laki. Kepergianmu di hidupku juga sudah membuat aku belajar banyak hal, terutama tentang tanggung jawab, komitmen dan sebuah konsistensi. Terima kasih sudah mengajarkanku tertawa saat menangis. Jangan bosan membaca surat ini. Aku sudah tak lagi banyak kata untuk membabarkan semuanya. Aku hanya ingin berterima kasih dan berterima kasih. Karena kau sudah merubah semuanya, merubah sifat kekanak-kanakanku, membuatku lebih dewasa dan mengerti. lihatlah diriku, aku baik-baik saja kan. Jika kau kini sama baiknya, senang sekali aku mendengarnya. :) Jakarta, 13 Februari 2016.