Senin, 21 September 2015

Aneh, memang

Hari ini seperti ingin menulis masa lalu. Haha semuanya tampak berwarna. Aku sudah melakukan banyak hal sendirian, melatih kemandirian melatih kedewasaan. Kamu mungkin akan menggelengkan kepalamu lebih lama sambil mengamati gerak gerikku. Aku sudah berbeda sekarang. Aku bukanlah aku yang dulu. Bukan hanya aku, kaupun telah berbeda sekarang. Seiring waktu berjalan, semua berubah tanpa persetujuan kita. Tiba-tiba saja aku menjadi seperti ini, dan kamu tak lagi disini. Ya sudahlah its oke tidak ada yang bisa terulang kembali. Hari-hari yang dulu sempat kita lalui bersama kini seperti gelembung basah yang sangat mudah pecah. Realita bicara lebih banyak, sementara aku dilarang bermimpi lebih jauh, apalagi berharap semua akan terulang kembali. Jika dulu kita begitu manis, entah kenapa kini jadi miris, tragis. Memang persepsiku sebagai lelaki saja yang berlebihan, (kayaknya sih :D) mengingat semuanya seperti koreng baru yang dipaksa untuk dicabut dari akarnya. "Sakit" Semua terjadi begitu cepat, seperti kedipan mata, tanpa sebab dan memunculkan banya pertanyaan yang tak pernah kutemukan jawabannya. (tanya pada rumput yang bergoyang Den. :D) Begitu banyak cerita konyol kamu dan aku sehingga kita teryawa seakan dunia takkan pernah berakhir. Menceritakan segala mimpi-mimpi besar. Bolehkah aku bertanya?"masih adakah hal itu dalam ingatanmu?"sudahlah tidak usah menjawab. Aku sudah berusaha menerima, kita semakin dewasa dan semakin berubah, dan bla bla bla bla. Aku sudah berusaha bernafas tanpamu. Berjalan tanpa diiringimu. Menjalani hari tanpa sapaan ceriamu. Makan sateayam di pasar bojong tanpamu. "Sudah" Dan kurasa aku berhasil. Namun diluar dugaanku, pada malam-malam begini, kau masih menetap dikepalaku. Namamu memaksa jadi yang utama dikepalaku. Aneh memang, aku selalu memikirkanmu yang tak pernah memikirkanku. Menyakitkan memang menyakitkan jika harus terus mendewasakan kenangan hanya karena masa lalu terlalu kuat untuk dihancurkan. Apapun yang kita lakukan dulu seperti terhapus begitu saja oleh masa, hari berganti, sejak saat itu juga jantung kita tak lagi mendenyutkan rasa yang sama.Inilah kita yang sekarang. Berusaha melupakan apa yang disebut kenangan. Berusaha melawan ketakutan yang disebabkan perpisahan. Siapapun yang lebih dulu melupakan tak menjamin semua akan benar-benar hilang. Siapapun yang pergi dan siapa yang ditinggalkan, kurasa keduanya sama sakitnya.Kita berdua dulunya saling mencintai. Iya. Kamu dan aku. Sama-sama sayang, sama-sama menginginkan, sama-samamengagumi, sama-sama membutuhkan, meski pada kenyataannya kita tak bisa saling bertemu walau sedang butuh. Tapi ya itulah kita, ah mungkin cuma kamu saja, berfikir bahwa kita tidak mungkin bersatu. Terlalu banyak hal yang dikorbankan dan terlalu banyak yang disakiti agar kita bisa bersama. Itulah kau, seorang yang selalu ingin sempurna. Manusia yang ingin menyenangkan siapa saja dan tak ingin menyakiti.Cinta itu kegawatan sederhana. Dibikin besar karena perasaan-perasaan sementara yang lahir dari endorfin. Kamu tau itu, aku tau ini dan kita berdua menikmatinya. Kita melawan apa yang kita pikir bisa kita taklukan. Kamu hanya menyerah pada dirimu sendiri, sedangkan aku menyerah pada apapun yang membuatmu berhenti. Cinta sesederhanaitu, seperti menyiapkan sarapan pagiku di sekolah. Segelas susu dan sebuah nasi. Kebahagiaan seharusnya tidak serumit itu, Bukan? Bukankah semua orang punya pilihan dan setiap pilihan punya konsekwensi. Kau bukannya tak mau memilih. Kau takut pada akibat dari pilihan itu. Kita semua takut. Tapi kau harus tahu kau tak akan menjalani ketakutan itu sendirian. Kebersamaan adalah kekuatan. Kau tak akan sendirian menghadapi hidupyang tengik dan bacin ini. Aku akan berada bersamamu sebagai rekan bajak laut yang siap sedia merebut kebahagiaan. Iya, bersamamu, Yasudah aku takan memaksa, sudah biarkan! Males ngelanjutinya tulisanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar